PURBALINGGA – Bupati Purbalingga Sukento Rido Marhaendrianto mendorong percepatan langkah menuju terwujudnya Purbalingga Inklusi. Yakni mewujudkan Purbalingga dimana masyarakatnya dapat hidup aman, nyaman dan merangkul segala perbedaan. Termasuk memberikan fasilitasi terhadap hak-hak para difabel.
“Acara ini saya rasa sangat positif bagi terwujudnya Purbalingga inklusi. Tetapi menujunya jangan terlalu lama. Terwujudnya Purbalingga inklusi dapat terwujud paling lama dalam kurun waktu satu tahun, jangan terlalu lama,” ujar Bupati Sukento Rido Marhaendrianto saat membuka Seminar Melangkah Menuju Purbalingga Inklusi di operation room Graha Adiguna, Sabtu (13/4).
Seminar diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan Gebyar Karang Taruna yang dipusatkan di Alun Alun Purbalingga, Sabtu hingga Minggu (13-14/6).
Menurut Bupati, seminar yang diselenggarakan merupakan langkah awal bagi percepatan pemkab dalam mewujudkan kesamaan hak antara masyarakat yang memiliki kesempurnaan fisik dengan penyandang difabilitas. “Setidaknya ini menjadi hentakan batin bahwa kita harus peduli dengan saudara-saudara kita yang memiliki keterbatasan fisik. Mereka tidak membutuhkan belas kasihan, namun mereka menjadi bagian dari kita yang memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Bupati, di Purbalingga terdapat 9000 lebih penyandang cacat tetap dan miskin. Pemkab sudah mulai memberikan sedikit perhatian melalui sebuah yayasan (YPSP) dan masyarakat yang peduli melalui Baznas dan lembaga-lembaga lainnya. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan penghidupan, menumbuhkembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya di lingkungan masyarakat.
“Tetapi seluruh perhatian itu belum bisa menyentuh mereka yang tersebar di 234 desa di Purbalingga. Karang Taruna perlu bersinergi dengan YPSP bagaimana ikut sedikit membantu permasalahan ini. Termasuk Bappeda juga saya perintahkan meng-update data yang ada,” katanya.
Bupati juga memerintahkan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berhubungan dengan kebutuhan para penyandang difabilitas, agar dalam pemenuhan hak dan kesempatannya tidak diskriminatif. “Perusahaan harus dapat mengalokasikan kebutuhan tenaga kerjanya dari para difabel. Termasuk dalam bidang pendidikan, harus didukung sarana prasarana yang menunjang tumbuhnya sekolah inklusi,” harapnya.
Direktur Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigab) M Joni Yulianto menuturkan, untuk menuju Purbalingga Inklusi dibutuhkan komitmen pemkab dengan mendorong dibuatnya payung hukum berupa peraturan daerah (Perda). Dia mencontohkan, di DI Yogyakarta perda yang berpihak pada kaum disabilitas sudah ada sejak 2014.
“Tetapi tidak cukup dengan aturan saja, perlu ada dukungan yang lebih kuat berupa gerakan bersama dari pemerintah, masyarakat, para disabilitas dan para akademisi,” katanya.
Menurut pria difabel tunanetra yang mahir melakukan presentasi menggunakan media laptop pribadinya, pemerintah wajib menyediakan kemudahan akses bagi para difabel. Aksestabilitas, lanjut Joni, pada dasarnya merujuk pada kemudahan, bukan hanya eklusif pada difabel tetapi banyak yang membutuhkan seperti ibu hamil, orang jompo dan lainnya.
Akses bagi difabel, kata Joni, bila tidak diperhatikan tentu akan menjadi beban negara. Awalnya memang butuh anggaran yang tidak sedikit, tetapi bila sudah terwujud akan memberi manfaat bagi banyak orang sekaligus memberdayakan para difabel sehingga mampu mandiri secara ekonomi, sosial, kemasyarakatan.
“Aksesibilitas sebenarnya hanya satu bagian untuk menuju sebuah masyarakat inklusi yang bermartabat. Kita belum bisa bilang masyarakat kita bermartabat sebelum betul-betul memeberikan kesempatan yang sama dan setara untuk semuanya,” jelasnya.
Purbalingga sendiri, melalui Bappeda telah memiliki acrion plant melalui konsep Purbalingga Pintar 2015, yang mengakomodir anak-anak difabel agar dapat sekolah. (Hardiyanto)