PURBALINGGA – Sebanyak 12 delman lengkap dengan kudanya tertata di halaman parkir kompleks pendopo Kabupaten Purbalingga. Sesaat kemudian, sebuah bus besar yang mengangkut 18 wisatawan asal Belanda berhenti di tepi jalan tak jauh dari tempat delman berkumpul. Rasa gembira terlihat dari para wisatawan itu yang sudah merindukan naik delman di Purbalingga, akhir pekan lalu.

“Sejak tiba di Jakarta, rombongan wisatawan dari Belanda sudah menjadwalkan untuk berwisata naik delman keliling kota Purbalingga. Mereka juga ingin sekali melihat areal persawahan yang menghijau,” tutur Made Ssoeriakusumah, pemandu wisatawan asal Belanda itu yang mendampingi sejak dari Jakarta.

Para wisatawan itu merupakan generasi ketiga eks veteran perang Belanda yang pernah bertugas di Indonesia. Mereka tergabung dalam Yayasan Pikulan dan memberikan santunan kepada anak asuh yang tersebar di sejumlah kota di Indonesia, termasuk di Purbalingga. Paling tidak, dua tahun sekali mereka datang untuk memastikan bantuan yang telah diberikan sampai kepada yang berhak.

“Mereka juga telah menerima surat dari para anak asuh yang tinggal di Indoesia. Mereka ingin berjumpa dengan anak asuh itu serta memberikan motivasi dalam belajar. Disela-sela kunjungannya, mereka ingin menikmati wisata. Hal yang paling disukai adalah saat berwisata ke desa dan menikmati kehidupan di desa yang tidak pernah dijumpi di Belanda,” kata Marta, pendamping Yayasan Pikulan Indonesia yang berkantor di Jakarta.

Para wisman nampak bergembira dan sepanjang perjalanan mereka juga menyapa warga yang dijumpainya. Rute yang dilalui mulai dari pusat kota menuju Bancar – Jatisaba – Toyareja hingga Kedungmenjangan. Mereka mengaku merasa senang karena selama perjalanan di Purbalingga didampingi oleh Wakil Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, SE, B.Econ, Kabag Humas Setda Drs Rusmo Purnomo, dan Kabid Pariwisata Dinbudparpora Ir Prayitno, M.Si.

“Mereka mengaku sangat bergembira, karena semua pejabat turun, dan dikawal juga oleh polisi dan Satpol PP. Warga masyarakatnya juga sangat antusias untuk menyambutnya,” kata Made yang menterjemahkan ucapan Mr Bob, salah satu wisatawan.

Usai naik dokar, rombongan diajak menuju ke bakal wisata di Desa Bokol, Kecamatan Kemangkon. Lagi-lagi keramahan warga setempat membuat para wisatawan itu merasa senang. Bahkan, warga banyak yang meminta foto bersama dengan para wisatawan. Ketika perjalanan menuju sanggar ‘Darimu’ dan angkringan Mamake, wisatawan diajak naik sepeda onthel dan sebagian naik becak. Mereka menysuri area persawahan yang sudah dipanen. Di sanggar ‘Darimu’ yang dikelola oleh Dwi Nugroho, wisatawan disambut atraksi egrang, dan musik dari kaleng cat bekas. Wisatawan kemudian disuguhi makanan khas desa berupa wedang badheg (minuman nira kelapa), sayur lompong, sayur jantung pisang, tempe goreng, dan ayam goreng.

“Saya suka sekali dengan tempe goreng. Ada juga sayur minuman air nira kelapa yang sangat segar dan manis,” tutur Mr Bob.

Dari sajian yang disuguhkan, hampir semua menu khas ala desa itu habis disantap oleh para wisatawan. “Wisatawan Belanda senangnya makanan yang tidak pedas. Sepanjang makanan itu tidak pedas, pasti dinikmatinya. Kalau pedas sedikit, mereka sakit perut,” ujar Marta.

Sebelum mengunjungi Desa Bokol, rombongan wisatawan itu diajak mengunjungi UKM Centre untuk melihat hasil kerajinan khas Purbalingga, baik berupa batik, batu akik, kerajinan tempurung, kerajinan bambu dan handicraft lainnya. Rombongan juga diajak mengunjungi pabrik permen Davos yang menjadi kenangan lama para wisatawan, dan SDN Bina Harapan Purbalingga. Pabrik permen Davos konon dahulu, tempatnya pernah menjadi markas tentara Belanda. Begitu pula SDN Bina Harapan, merupakan sekolah dan bangunan yang didirikan pada jaman Belanda.

“Kami sangat berterima kasih dengan Pemerintah Iondonesia, khususnya di Purbalingga. Yayasan kami telah bekerjasama dengan Indonesia sekitar 35 tahun. Di belanda ada 120 relawan yang bekerja dan menyisihkan dananya untuk para anak-anak di Indonesia yang membutuhkan bantuan. Yayasan Pikulan memberikan bantuan di beberapa tempat seperti di Purbalingga, Banjarnegara, Sulawesi, Surabaya dan beberapa kota lainnya. Jika ada anak-anak Indonesia yang ingin bersekolah di Belanda, kami juga siap membantunya,” tutur Mr Bob.

Wakil Bupati Dyah Hayuning Pratiwi menyampaikan terima kasih pula kepada Yayasan pikulan yang telah membantu anak-anak di Purbalingga untuk bersekolah, khususnya dari anak-anak keluarga kurang mampu. Wabup berhjjarap, selain bantuan yang diberikan, pihaknya meminta kepada wisman Belanda untuk mengajak kerabatnya untuk berwisata ke Purbalingga. “Banyak wisata yang bisa dinikmati di Purbalingga, mulai dari wisata alam hingga desa wisata yang menyuguhkan nuansa kehidupan masyarakat tradisional,” kata Wabup Dyah Hayuning Pratiwi.

Dalam kesempatan itu, Wabup diberi kenang-kenangan sebuah buku berisi tentang Belanda. Begitu pula sebaliknya, Wabup Dyah memberikan kenang-kenangan berupa batik khas Purbalingga dan makanan khas kacang Mirasa. (y)