DSC_0312

PURBALINGGA  – Dua pasangan calon bupati dan wakil bupati Purbalingga pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015 telah mendapatkan nomor urut calon. Keduanya resmi mendapat nomor urut calon setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Purbalingga menggelar Rapat Pleno Terbuka Pengundian Nomor Urut dan Ikrar Damai calon bupati dan wakil bupati, di Pendapa Dipokusumo, Selasa (25/8).

Dari hasil pengundian, pasangan H Tasdi SH MM – Dyah Hayuning Pratiwi (Tasdi-Tiwi) mendapat nomor urut 1 dan pasangan Sugeng SH MSi – Sucipto SH (Sugeng-Cipto) mendapat nomor urut 2.

Pengundian nomor urut diawali dengan mengambil nomor undian oleh kedua calon bupati. Cabup Tasdi mengambil nomor undian pertama, disusul cabup Sugeng. Setelah dibuka secara bersamaan, pasangan Tasdi-Tiwi mendapat nomor undian 2 dan Sugeng-Cipto memperoleh nomor undian 1. Nomor undian ini digunakan untuk menentukan siapa yang berhak mengambil nomor urut lebih dahulu.

Pada pengundian tahap kedua, pasangan Tasdi-Tiwi mendapat nomor urut 1 dan pasangan Sugeng-Cipto nomor urut 2. “Selanjutnya nomor urut masing-masing calon kita tetapkan sebagai nomor peserta pilkada mendatang,” jelas Ketua KPU Purbalingga, Sri Wahyuni usai pengundian.

Pada kegiatan tersebut juga diselenggarakan pengucapan  dan penandatanganan ikrar damai Pilkada 2015. Ada lima butir ikrar damai yang dibacakan oleh kedua cabup-cawabup, tim sukses dan para pendukungnya.

Mereka berikrar akan mensukseskan Pilkada 2015 sesuai perundangan yang berlaku, kemudian saling menghormati dan meghargai hak dan kewajiban masing-masing peserta pilkada dalam melaksanakan kampanye.

Kedua calon dan tim suksesnya juga siap melaksanakan kampanye yang bersih, sejuk, aman dan damai serta menjaga kondusifitas kabupaten Purbalingga. Termasuk tidak akan melakukan segala bentuk tindakan yang bersifat anarkis selama penyelenggaraan pilkada. Keduanya juga siap menyampaikan ikrar damai tersebut kepada pendukung dan simpatisan masing-masing.

Penjabat Bupati Purbalingga Budi Wibowo mengingatkan agar ikrar yang telah diucapkan bersama bukan hanya dibibir saja namun betul-betul mendarah daging dan diimplementasikan selama pelaksanaan pilkada.

“Pada saat kampanye, saat pencoblosan dan pasca kegiatan hingga pelantikan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Artinya siapapun yang jadi itu memang kehendak yang maha kuasa. Dan yang tidak jadi akan legowo,” ujar Budi Wibowo.

Budi Wibowo juga mengajak seluruh komponen yang terlibat untuk berperan dalam mensukseskan pilkada. Menurutnya, ada lima indicator pilkada dikatakan sukses. Yakni yang pertama semua tahapan dapat terselenggara dengan baik dan lancar sesuai jadwal waktu yang ada. Kedua, kegiatan tidak mengganggu penyelenggaraan pembangunan, pemerintahan dan pelaksanaan pelayanan public kepada masyarakat.

Berikutnya, kegiatan juga tidak mengganggu kegiatan aktifitas masyarakat, tidak menimbulkan masalah kewilayahan dan terakhir mampu menghimpun partisipasi masyarakat yang tinggi.

Menyinggung soal angka partisipasi masyarakat di kabupaten Purbalingga, Budi Wibowo menyebutkan, anka partisipasi masyarakat pada tahun 1999 sebesar 93,3 persen, 2004 turun menjadi 84,9 persen, 2009 turun lagi menjadi 70,99 persen. Kemudian pada Pilpres pada  2014 sebesar 69,58 persen dan pada pemilu legislative 2014 angka partisipasi masyarakat menjadi  75,11 persen.

“Banyak factor yang bisa berpengaruh terhadap angka partisipasi masyarakat seperti kurangnya sosialisasi sehingga masyarakat kurang paham, masyarakat apriori dan acuh terhadap pelaksanaan pemilihan pemimpin bangsa ini. Ini menjadi tanggungjawab kita bersama,” jelasnya.

Untuk meningkatkan angka partisipasi sebagai daya dukung yang tinggi bagi seorang pemimpin, Bupati mengajak semua pihak khususnya para calon bupati dan wakil bupati untuk menyampaikan visi-misinya dengan baik kepada masyarakat.

“Tim sukses juga harus melakukan sosialisasi bukan hanya bagaimana mencoblos siapa. Tetapi juga menyampaikan visi misinya dengan gambling sehingga masyarakat dapat memilih pemimpinya dengan cerdas,” katanya.

Kepada penyelenggara yakni KPU dan Panwaskab dapat melaksanakan  tugas pokok dan funsinya sesuai koridor yang berlaku. Masing-masing harus menguasai amanat perundangan yang mengatur keseluruhan penyelenggaraan pilkada. (Hardiyanto)