PURBALINGGA – Menikmati sajian kuliner di rumah makan mungkin sudah menjadi hal biasa. Namun, menikmati masakan ikan sungai dan kupat landan di tepi sungai Klawing hanya ada di Desa wisata Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon.

Ikan sungai yang disajikan, merupakan jenis ikan Senggaringan (Mystus nigricep) yang digoreng kering. Menikmati ikan ini tidak dengan nasi, tetapi dengan kupat Landan.  Kupat Landan bentuknya seperti kupat biasa tetapi dimasak dengan air yang dicampur abu batang padi dan Blungkang (pelepah daun kelapa) dan rasanya lebih gurih.

Sensasi menikmati makanan sederhana namun bergizi ini akan terasa berbeda, karena dinikmati dibawah rindangnya pohon bambu yang berada di tepi sungai Klawing. Tak jauh dibelakangnya, kita juga sembari menikmati kokohnya jembatan Linggamas yang menghubungkan wilayah Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga dengan Desa Petir, Kecamatan kalibagor. Banyumas.

“Rasa ikan sungai khususnya ikan Senggaringan memang berbeda dengan ikan yang dijual di pasaran umum seperti ikan gurame atau nila. Meski hanya dimasak dengan cara digoreng, rasanya sungguh nikmat. Apalagi dinikmati dengan kupat Landan plus sambal bawang khas desa,” ujar Sri Mulyani (53), salah seorang wisatawan dari Cilacap, Kamis (14/7).

Pengunjung yang datang ke desa wisata Kedungbenda ini, selain menikmati kuliner ikan Senggaringan juga bisa mencoba makanan khas desa seperti cimplung ketela pohon, mendoan dan miwo.  Untuk harganya, tentunya jauh dibawah tarif harga di rumah makan. Dengan Rp 10 ribu, sudah bisa menikmati satu ekor ikan goreng dan satu biji kupat Landan.  Pengunjung yang datang rombongan, bisa saja membeli ikan yang dihitung per kilogram ikan matang seharga Rp 80 ribu. Harga terkadang lebih murah, jika musim tangkapan ikan nelayan dalam jumlah banyak dan melimpah.

“Ikan Senggaringan dan ikan sungai merupakan hasil tangkapan para nelayan Kedungbenda. Ikan ini tidak dijual mentah kepada masyarakat umum, namun dijual dalam keadaan matang digoreng,” kata kepala Desa Kedungbenda, Tosa.

Tosa mengatakan, di salah satu pedukuhan di wilayah Kedungbenda, sebagian besar penduduknya merupakan nelayan. Mereka mencari ikan Senggaringan dan ikan sungai mulai sore hari. Wilayah tangkapannya, selain di sepanjang sungai Klawing yang melintasi wilayah Kedungbenda, juga di wilayah sungai Serayu yang masuk wilayah Banyumas. “Pada musim menjelang kemarau, ketika air sungai mulai jernih, ikan Senggaringan paling banyak ditangkap,” kata Tosa.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesona Linggamas Desa Kedungbenda, Adri menambahkan, wisatawan yang datang ke desanya bisa menikmati susur sungai menggunakan perahu, mengunjungi kampung nelayan, agro wisata kebun pepaya atau menyusui sungai sepanjang jalan setapak. Atau bisa juga mengunjungi Congot, yang merupakan pertemuan arus sungai Klawing dan sungai Serayu. Untuk wisata susur sungai, wisatawan dikenai tarif Rp 8.000 per orang. Biaya itu termasuk susur sungai dengan naik perahu pulang pergi, dan parkir serta menikmati fasilitas yang ada. Pengunjung yang  suka dengan pepaya, bisa juga membelinya dengan memetik sendiri secara langsung di pohon.

“Jika harga pepaya di pasaran umum Rp 3.000 per kilogram, namun kalau pengunjung memetik sendiri hanya cukup membayar Rp 2.000 per kilogramnya,” kata Adri.

Adri menambahkan, pihak pengelola dalam waktu dekat ini juga akan menambah wahana permainan anak dan motor boat Motor boat merupakan sepeda motor yang dimodifikasi dan digunakan di sungai, seperti layaknya mengendarai sepeda motor biasa.

Sementara itu Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, desa wisata Keduengbenda dikembangkan sebagai wisata bahari dan seni budaya. Potensi bahari sungai Klawing akan dimaksimalkan termasuk sajian kuliner dari ikan yang ditangkap dari sungai. Selain itu, adanya sanggar seni budaya serta peninggalan cagar budaya Lingga Yoni sebagai pendukung daya tarik di desa itu.

“Khusus untuk kuliner ikan Senggaringan, hampir tidak dijumpai di tempat lain. Ikan Senggaringan merupakan ikan liar dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan ini tidak dibudidayakan oleh pembudidaya ikan, tetapi hidup di perairan umum yang spesifik,” kata Prayitno yang pernah melakukan penelitian ikan Senggaringan saat menyelesaikan tesis S-2 di Program Magister Sains Ilmu Lingkungan Unsoed Purwokerto tahun 2003. (y)